Perubahan postur APBD selalu menjadi topik penting dalam setiap pembahasan anggaran daerah. Hal ini diungkapkan dalam rapat antara Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Kota. Pembahasan kali ini berfokus pada APBD Perubahan untuk tahun 2025, yang menunjukkan perlunya penyesuaian dalam perencanaan keuangan daerah.
Dalam diskusi tersebut, terungkap bahwa target pendapatan awal sebesar Rp 12,3 Triliun kemungkinan hanya akan tercapai sekitar Rp 11,6 Triliun. Hal ini mengakibatkan adanya defisit anggaran sebesar Rp 700 Miliar. Apakah kondisi ini akan mempengaruhi program pelayanan kepada masyarakat di Surabaya?
Analisis Defisit Anggaran dan Implikasinya
Defisit anggaran yang diperkirakan terjadi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Berdasarkan informasi yang didapat dari rapat tersebut, di tahun sebelumnya, program dan kegiatan di kota Surabaya juga mengalami rasionalisasi anggaran. Dengan kondisi sekarang, kemungkinan rasionalisasi ini akan terjadi kembali dan menciptakan pembatasan dalam anggaran untuk kegiatan masyarakat.
Menarik untuk dicermati, Anggota Banggar DPRD, Aning Rahmawati, menegaskan pentingnya evaluasi yang mendalam terhadap perencanaan APBD. Dengan pengalaman menghadapi masalah serupa pada tahun sebelumnya, ia memberi penekanan bahwa langkah pencegahan perlu diterapkan secara lebih ketat agar situasi serupa tidak terulang kembali di tahun mendatang.
Strategi untuk Mengatasi Defisit dan Meningkatkan Pendapatan
Salah satu strategi yang diusulkan untuk menutup defisit anggaran adalah dengan melakukan pinjaman kepada bank, yang dianggap sebagai tindakan rasional untuk menjaga kelangsungan program publik. Pemerintah akan merencanakan hutang sebesar Rp 452 Miliar, yang dialokasikan untuk berbagai proyek infrastruktur mendesak seperti jalur lalu lintas, pelebaran jalan, dan penanganan genangan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal meskipun dihadapkan pada kondisi keuangan yang sulit.
Namun, perlu diingat bahwa setiap langkah keuangan mesti mempertimbangkan kemampuan bayar. Resiko dari hutang selalu ada, dan penting bagi pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa langkah yang diambil tidak merugikan komitmen terhadap program-program prioritas, terutama yang menyangkut pelayanan masyarakat. Studi kelayakan dan evaluasi menyeluruh sangat krusial sebelum mengambil keputusan keuangan besar.
Secara keseluruhan, pentingnya transparansi dan kolaborasi antara DPRD dan Pemkot dalam pengelolaan anggaran serta pelaksanaan program publik tetap menjadi sorotan utama. Kerja sama yang baik antara kedua lembaga ini diperlukan untuk menciptakan sebuah sistem yang lebih efisien dan efektif dalam penggunaan anggaran yang ada, serta untuk menjamin bahwa kebutuhan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.