JAKARTA – Akhmad Munir, seorang profesional dalam dunia jurnalistik, menunjukkan niatnya untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk periode 2025-2030. Dengan tekad bulat, ia menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk merekatkan kembali solidaritas dalam organisasi wartawan tersebut.
“Bismillah, saya maju untuk membawa PWI kembali bersatu, dengan melakukan rekonsiliasi,” ungkap pria yang akrab disapa Cak Munir, pada Jumat (01/08/2025) pagi. Pernyataan ini menunjukkan keseriusan dan visi yang positif untuk masa depan PWI.
Visi Memajukan Organisasi Wartawan
Cak Munir berambisi menjadikan PWI sebagai komunitas yang bukan hanya berwibawa, tetapi juga relevan di era digital saat ini. Ia meyakini bahwa digitalisasi merupakan salah satu langkah kunci dalam beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan akan membawa PWI ke level yang lebih tinggi.
Dalam konteks ini, perhatian terhadap masukan dari para wartawan senior dan anggota PWI di berbagai daerah sangatlah penting. “Berbagai masukan dan saran dari daerah-daerah seluruh Indonesia nantinya bisa dijadikan bekal demi kemajuan PWI ke depan,” tambahnya. Ini menunjukkan bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada satu orang, melainkan pada kolaborasi yang solid.
Pentingnya Komunikasi dan Keterlibatan Anggota
Salah satu langkah awal yang diambil Cak Munir adalah melakukan komunikasi yang intensif dengan berbagai pihak. Ia tidak hanya berinteraksi dengan para wartawan senior secara langsung, tetapi juga melalui platform daring untuk mencapai lebih banyak orang. Tindakan ini merupakan cerminan dari keinginannya untuk membangun jaringan dan mendengarkan suara anggota dari seluruh pelosok Indonesia.
Dengan menggalang komunikasi yang baik, Cak Munir berusaha untuk menggali ide-ide inovatif serta menjaga semangat persatuan dalam organisasi ini. “Darah saya PWI, sepanjang karier jadi wartawan sejak 1991 sampai sekarang menjadi pengurus PWI,” tegasnya, menegaskan kedalaman komitmen dan keterikatan emosionalnya terhadap organisasi tersebut.
Munculnya beberapa nama kandidat lain menjelang Kongres Persatuan menunjukkan adanya dinamika dalam pencalonan. Nama-nama seperti Atal Sembiring Depari dan Zulmansyah Sekedang bersaing untuk memimpin organisasi terbesar di Indonesia ini. Bahkan, diskusi mengenai sosok-sosok ini mengindikasikan bahwa organisasi ini siap untuk perubahan dengan berbagai pilihan kepemimpinan yang ada.
Tak hanya itu, anggota PWI juga melihat pentingnya figur yang mampu menjembatani berbagai pandangan berbeda di antara para kandidat. Hal ini mengarah pada pemahaman bahwa pemilihan pemimpin tidak hanya sekadar mencari orang yang terbaik, tetapi juga yang mampu merangkul dan menyatukan visi dari berbagai pihak.
Melihat proses pemilihan yang dinamis, wartawan senior Sholahuddin berpendapat bahwa kepemimpinan yang solid merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk membawa PWI ke arah yang lebih baik. “Beliau-beliau ini memiliki kapasitas kepemimpinan, integritas, dan kemampuan komunikasi yang diperlukan,” sebutnya. Pendapat ini menunjukkan harapan akan kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga pada proses yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
Dengan semakin kompleksnya situasi dan tarik-menarik antar kubu, para pemangku kepentingan di PWI dihadapkan pada tantangan untuk mencari figur yang mampu menjadi penengah dan meredakan konflik. Hal ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa organisasi tetap demokratis, adil, dan mampu bersaing dalam era modern saat ini.
