Dalam rangka meningkatkan respon pelayanan darurat, Rapat Koordinasi lintas instansi diadakan untuk mengevaluasi kinerja Command Center 112 di Surabaya. Pertemuan ini menjadi langkah strategis untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada dalam sistem pelayanan darurat yang ada.
Berdasarkan laporan yang diterima, banyak warga Surabaya mengeluhkan tentang lambannya penanganan saat memerlukan bantuan darurat. Bagaimana sebenarnya efektivitas layanan ini? Apakah ada langkah konkret yang dapat diambil untuk memperbaiki situasi ini?
Evaluasi Sistem Pelayanan Darurat
Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi D, dilaporkan bahwa masyarakat mengalami berbagai kendala saat menghubungi Command Center 112. Beberapa keluhan utama termasuk telepon yang tidak terjawab dan waktu respon yang terlalu lama, hingga satu jam, yang menyebabkan kekhawatiran bagi banyak warga. Ini menunjukkan perlunya penilaian mendalam terhadap sistem operasional yang ada.
Penting untuk dicatat bahwa pertemuan ini tidak hanya membahas keluhan tanpa solusi. Ada berbagai usulan yang diajukan oleh peserta rapat, termasuk penambahan posko Tim Gerak Cepat (TGC) di lokasi-lokasi yang dinilai kritis. Dengan adanya tujuh posko yang ada saat ini, masih terdapat kekurangan yang nyata terutama di kawasan Surabaya Barat. Solusi yang diajukan menjadi wujud perhatian legislatif terhadap kebutuhan masyarakat.
Strategi Penguatan Tim Gerak Cepat
Upaya untuk meningkatkan efektivitas pelayanan darurat juga harus dilihat dari aspek sumber daya dan jaringan integrasi antar rumah sakit. Dalam rapat tersebut, isu tentang kebingungan tim TGC dalam menentukan tempat rujukan pasien menjadi salah satu fokus diskusi. Situasi ini terjadi akibat minimnya informasi yang terintegrasi antara fasilitas kesehatan di Surabaya.
Untuk mengatasi kendala ini, disarankan agar Pemkot Surabaya menjalin kerjasama secara menyeluruh dengan rumah sakit, baik negeri maupun swasta, dalam satu sistem yang terpadu. Selain itu, hal ini akan memastikan pasien yang dalam kondisi darurat dapat diterima tanpa diskriminasi, sebuah keharusan yang ditegakkan oleh sistem BPJS yang sudah berbasis Universal Health Coverage (UHC).
Keberhasilan dari semua upaya ini tentu saja tergantung pada alur komunikasi yang baik dan dukungan dari semua pihak, termasuk rumah sakit yang harus mematuhi kewajiban menerima pasien dalam keadaan darurat. Adanya penolakan dari rumah sakit dapat berakibat pidana, sehingga ini menjadi perhatian serius bagi pihak-pihak yang terlibat.
Selain itu, angka keterbatasan pada layanan puskesmas non-rawat inap juga menjadi fokus pembahasan. Banyak dari puskesmas tersebut yang kekurangan tenaga medis, dan ketika sumber daya ini dialihkan untuk mendukung TGC, pelayanan di puskesmas pun mengalami gangguan. Oleh karena itu, penting untuk menambah tenaga medis tanpa menggangu operasional puskesmas.
Inilah saatnya untuk lebih memikirkan sistem kesehatan yang berkelanjutan, di mana semua elemen dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Rapat koordinasi ini menekankan pentingnya sinergi antara instansi agar semua informasi dan proses saling mendukung demi kepentingan bersama.
Terakhir, Ketua Komisi D menegaskan bahwa evaluasi terhadap Standard Operasional Prosedur (SOP) yang ada harus menjadi prioritas agar kecepatan dan ketepatan layanan Command Center 112 bisa lebih baik. Sistem yang terintegrasi akan memudahkan akses bagi semua warga Surabaya di dalam mendapatkan bantuan darurat yang mereka perlukan.