Pameran seni rupa kontemporer ARTSUBS 2025 resmi dibuka di Balai Pemuda Surabaya, menampilkan lebih dari 120 seniman lintas generasi yang mengeksplorasi material sebagai bahasa ekspresi, kritik sosial, dan refleksi zaman.
Mengusung tema “Material Ways,” pameran ini menjadi sorotan utama dalam kalender budaya Surabaya tahun ini. Acara ini akan berlangsung hingga 7 September 2025, dan menyajikan berbagai program publik, mulai dari sarasehan seniman, tur edukatif, hingga pertunjukan seni performans.
Pameran Seni Sebagai Ruang Kreasi
Sejak pertama kali diadakan, ARTSUBS telah berkembang menjadi panggung penting bagi seniman lokal dan nasional, menjembatani praktik eksperimental dengan presentasi publik yang inklusif. Tahun ini, penyelenggara menampilkan lebih dari 130 karya dalam berbagai medium—mulai dari limbah plastik, logam bekas, hingga eksplorasi AI dan augmented reality. Pameran ini tidak hanya menawarkan visual yang menarik, tetapi juga disertai dengan pesan mendalam mengenai isu-isu sosial dan lingkungan.
Asmudjo J. Irianto, kurator ARTSUBS 2025, menekankan bahwa material bukan sekadar soal bentuk atau fungsi, melainkan juga mencerminkan jejak waktu, ruang, dan ideologi yang menyertainya. Ia mengatakan, “Tema Material Ways mendorong publik untuk memikirkan kembali hubungan antara manusia, benda, dan lingkungan di era pascakonsumsi.” Pendekatan ini menggugah kesadaran kritis penonton terhadap dampak konsumsi material dalam kehidupan sehari-hari.
Inovasi dan Kolaborasi dalam Seni
Pameran ini dikurasi bersama oleh Nirwan Dewanto dan dipimpin oleh Direktur Artistik, Rambat. Balai Pemuda, yang merupakan situs cagar budaya di pusat kota, dipilih sebagai lokasi strategis dan simbol dialog antara sejarah dan kontemporer. Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata setempat juga memberikan dukungan penuh terhadap acara ini, memperkuat posisinya sebagai bagian dari visi besar kota sebagai pusat budaya dan ekonomi kreatif.
Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, memberikan optimisme tentang antusiasme publik terhadap pameran ini. “Target kami minimal 100.000 pengunjung tahun ini. Ini bukan sekadar angka, tetapi ukuran sejauh mana seni dapat membangun ruang publik yang aktif dan kritis,” ujarnya. Pendekatan ini, yang memadukan teknik biennale dengan format artist fair, memberi lebih banyak ruang bagi seniman untuk terlibat langsung dalam dialog dan lokakarya.
Event Director ARTSUBS, Semi Ikra Negara, menjelaskan bahwa tantangannya adalah bagaimana menjaga pameran tetap eksperimental, namun sekaligus aksesibel bagi masyarakat luas. “ARTSUBS bukan menara gading, ia harus jadi ruang hidup bagi seni dan masyarakat,” katanya. Karya-karya yang ditampilkan, termasuk instalasi limbah elektronik, tekstil daur ulang, dan narasi digital mengenai krisis iklim, tidak hanya memukau secara visual tetapi juga mengajak penonton untuk merenung dan merasa lebih dalam.
Secara keseluruhan, ARTSUBS 2025 bukan sekadar pameran; ia adalah bentuk pernyataan kolektif bahwa seni dapat menjadi jembatan antara kritik dan harapan, gagasan dan ruang kota, serta antara material dan manusia. Dengan perkembangan lanskap budaya yang pesat, Surabaya menunjukkan diri siap menjadi laboratorium kreatif yang progresif.