Penataan dan evaluasi parkir tepi jalan umum (TJU) di kawasan Wisata Tunjungan Romansa menjadi fokus utama Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Keputusan untuk meniadakan parkir tersebut merupakan langkah strategis untuk mengurai kemacetan sekaligus meningkatkan kenyamanan wisatawan dan pejalan kaki.
Tahukah Anda bahwa kemacetan sering disebabkan oleh kebijakan parkir yang tidak efektif? Ini yang menjadi latar belakang dari keputusan pemkot Surabaya untuk menilai kembali keberadaan parkir di jalur wisata yang ramai tersebut.
Pentingnya Penataan Parkir di Kawasan Wisata
Penataan jalan dan parkir menjadi krusial dalam mendukung pengembangan sektor pariwisata. Penataan yang dilakukan pada akhir Juli lalu bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan memperindah kawasan tersebut. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menekankan pentingnya pergerakan kendaraan yang lancar, terutama pada jam puncak. Tanpa parkir TJU, diharapkan kecepatan kendaraan dapat meningkat, sehingga pengunjung dapat lebih menikmati suasana Jalan Tunjungan.
Dalam rapat koordinasi yang berlangsung antara pemkot dan pihak kepolisian, disepakati bahwa mulai 1 Agustus 2025, parkir di area Tunjungan akan ditiadakan. Langkah ini diharapkan bisa menarik lebih banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Penataan tersebut tidak hanya berdampak pada lalu lintas tetapi juga pada perekonomian lokal, termasuk pelaku usaha dan seniman yang berada di sekitar kawasan wisata.
Strategi Meningkatkan Kunjungan Wisatawan
Penerapan larangan parkir di sepanjang Jalan Tunjungan merupakan satu dari sekian banyak strategi untuk mengoptimalkan pengalaman wisatawan. Mengingat tingginya volume kendaraan pada jam-jam tertentu, larangan ini dianggap sebagai solusi untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pejalan kaki. Juga diharapkan dapat mengurangi antrian yang sering terjadi di persimpangan jalan utama seperti Jalan Gemblongan dan Jalan Praban.
Pemkot juga menyediakan sejumlah titik parkir alternatif agar pengunjung tetap bisa menggunakan kendaraan pribadi tanpa mengganggu arus lalu lintas. Lokasi-lokasi seperti Gedung Siola dan halaman Sentral Tunjungan menjadi pilihan untuk memfasilitasi parkir yang lebih terorganisir. Langkah sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha pun tengah dijalankan untuk memastikan semua pihak saling memahami dan mendukung kebijakan ini.
Dengan adanya pengawasan lebih, termasuk dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan pihak kepolisian, diharapkan keberadaan pedagang kaki lima dan aktivitas lain yang mengganggu ketertiban dapat diminimalisir. Komitmen untuk memperbaiki kondisi jalan, seperti pelebaran pedestrian dan pemasangan rambu larangan parkir, menunjukkan keseriusan pemkot dalam menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi pejalan kaki.
Sekali lagi, perubahan yang dilakukan di Jalan Tunjungan ini bertujuan bukan hanya untuk mengurangi kemacetan, tetapi juga untuk meningkatkan daya tarik kawasan wisata. Apabila pengunjung merasa nyaman, mereka lebih cenderung untuk berlama-lama dan berinvestasi lebih dalam pengalaman berwisata mereka.
Secara keseluruhan, penataan ini diharapkan membawa dampak positif bagi perekonomian lokal dan menarik lebih banyak pengunjung, sehingga dapat memberikan keuntungan berkelanjutan bagi seluruh pihak yang terlibat. Langkah ini menjadi contoh baik bagi daerah lain dalam melakukan penataan kawasan wisata dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk keamanan, kenyamanan, dan efisiensi lalu lintas.