Dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Jawa Timur menunjukkan tren yang menggembirakan. Pada tahun 2025, pertumbuhan ekonomi daerah ini diprediksi mencapai 5,23%, melebihi rata-rata pertumbuhan nasional yang hanya 5,12%. Berbagai faktor, seperti investasi yang kuat, peningkatan ekspor, dan stabilitas sektor jasa keuangan, berkontribusi pada kinerja positif ini. Meski begitu, tantangan dari tekanan global, termasuk perang dagang dan ketegangan geopolitik, terus menjadi ancaman yang perlu diwaspadai.
Hal ini diungkap dalam sebuah kegiatan yang menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara berbagai pihak untuk menjaga stabilitas ekonomi. Melalui pendekatan ini, diharapkan Jawa Timur bisa menempati posisi strategis sebagai gerbang ekonomi baru di Nusantara.
Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Unggulan
Dari hasil analisis, sektor pengolahan industri dan perdagangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi di daerah ini. Dikatakan bahwa sektor konstruksi serta akomodasi makanan-minuman juga menunjukkan kinerja yang baik, terutama pada momen-momen tertentu seperti liburan dan hari raya. Dengan inflasi yang terkendali pada level 2,21%, Jawa Timur berada dalam posisi yang kuat untuk mempertahankan pertumbuhannya.
Menariknya, sektor jasa keuangan menunjukan ketahanan yang baik. Permodalan yang kuat di perbankan, likuiditas yang memadai, dan risiko yang terkelola menjadikan sektor ini berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi. Misalnya, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga pertengahan tahun 2025 telah mencapai Rp66,73 triliun, menjadikannya posisi kedua tertinggi secara nasional.
Strategi Mempertahankan Pertumbuhan Ekonomi
Agar pertumbuhan ini terus berlanjut, beberapa strategi perlu diterapkan. Pertama, penguatan infrastruktur menjadi prioritas. Proyek-proyek pembangunan pelabuhan, bandara, dan jalan akan membuka akses yang lebih luas bagi perdagangan. Selain itu, sistem pembayaran yang beralih ke non-tunai juga akan merangsang transaksi ekonomi lokal dan memudahkan masyarakat dalam berbelanja serta berinvestasi.
Apalagi, ada target inklusi keuangan yang diharapkan dapat mencapai 93% pada tahun 2029. Target ini memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga keuangan, serta pelaku usaha untuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat. Dalam hal ini, pendampingan UMKM dan pengembangan produk unggulan seperti kopi, melon, dan rempah juga harus diperhatikan.
Namun, tantangan juga tetap ada. Kesenjangan literasi terhadap produk keuangan syariah, peredaran rokok ilegal yang berdampak pada penerimaan cukai, dan risiko internal di perbankan harus diatasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebagai langkah konkret, Lembaga Penjamin Simpanan mencatatkan pencapaian yang berarti, dengan cakupan penjaminan simpanan mencapai 99,95%. Ini berarti bahwa baik simpanan besar maupun kecil mengalami pertumbuhan, menunjukkan niat masyarakat untuk menabung yang semakin baik. Dengan demikian, para pemangku kepentingan perlu terus memonitor dan mendampingi pemerintah daerah dalam upaya merealisasikan belanja modal yang telah ditargetkan.
Pada akhirnya, kolaborasi antara berbagai pihak dan pemanfaatan teknologi dalam transaksi ekonomi dapat menjadi kunci untuk memperkuat basis pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dengan demikian, harapan untuk membangun ekonomi yang lebih resilient dan inklusif di masa depan bukanlah hal yang mustahil.