JAKARTA ~ Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) nasional tetap terjaga di tengah gejolak global, memberikan peluang untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam konferensi pers pasca rapat, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengemukakan bahwa SJK menunjukkan ketahanan yang signifikan di semester pertama 2025. “Sektor keuangan kita tetap solid. Likuiditas memadai, intermediasi berjalan baik, dan risiko kredit tetap dalam batas yang sehat,” kata Mahendra, menandakan kepercayaan terhadap sistem keuangan dalam menghadapi tantangan global.
Stabilitas Sektor Jasa Keuangan yang Kuat
Menurut laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF), proyeksi pertumbuhan ekonomi baik secara global maupun di Indonesia untuk tahun 2025 dan 2026 semakin optimis. Dukungan terhadap proyeksi ini berasal dari banyak faktor, termasuk aktivitas ekonomi global yang lebih baik dari perkiraan, serta tarif resiprokal AS yang lebih rendah dari yang telah diumumkan sebelumnya. Hal ini menciptakan situasi yang lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang, terutama Indonesia, untuk menarik investasi.
Selain itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Krisna Wijaya, juga mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi global terjadi lebih cepat daripada yang diantisipasi. Keberhasilan ini menambah ruang manuver bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk meraih pertumbuhan yang lebih cepat di era yang penuh ketidakpastian ini.
Dampak Positif dari Stabilitas Ekonomi Domestik
Di dalam negeri, sejumlah indikator juga menunjukkan kinerja ekonomi yang positif. Inflasi berada pada tingkat yang rendah, yang membantu menjaga daya beli masyarakat. Pertumbuhan uang beredar meningkat, menandakan adanya pemulihan dalam aspek konsumsi dan investasi. Semua ini menunjukkan bahwa sektor jasa keuangan dan perekonomian domestik saling mendukung dalam memelihara kestabilan dan mendorong pertumbuhan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Friderica Widyasari, mencatat bahwa ada beberapa sektor yang masih perlu diperkuat, termasuk industri manufaktur. Pembacaan PMI manufaktur Indonesia yang masih berada di zona kontraksi menunjukkan bahwa sektor produksi belum sepenuhnya pulih. “Kontribusi sektor riil, khususnya manufaktur, harus segera ditingkatkan agar momentum pertumbuhan tidak terhambat,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, menggarisbawahi bahwa kesepakatan tarif antara Indonesia dan jasa perdagangan Amerika Serikat merupakan arah positif yang perlu disambut dengan optimisme. Dengan penurunan tarif perdagangan bilateral menjadi 19 persen, Indonesia berpeluang besar untuk mendorong ekspor dan memperkuat daya saing pada level global. “Ini bukan sekadar angka tarif, melainkan positioning Indonesia dalam rantai pasok global yang mencari alternatif baru pasca-redanya tensi dagang,” paparnya.
OJK juga menyatakan bahwa dengan stabilitas sektor jasa keuangan yang solid, ditambah arus modal asing yang kembali masuk, serta terjadinya dinamika geopolitik yang menguntungkan, Indonesia berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan momentum ini demi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, penting untuk diingat bahwa usaha memperkuat sektor riil, menjaga daya beli masyarakat, dan mendorong inklusi keuangan harus tetap menjadi fokus utama ke depan. “Kita harus menjaga keseimbangan antara optimisme dan kehati-hatian. Ketahanan sektor keuangan ini harus menjadi fondasi yang kokoh untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkas Mahendra, menekankan pentingnya pemikiran jangka panjang dalam pengelolaan sektor keuangan yang berkelanjutan.
Post Views: 204