Pengadilan Negeri di Surabaya baru saja menggelar sidang perdana terhadap pasangan suami istri yang didakwa melakukan tindak pidana pengerusakan kendaraan. Kasus ini menarik perhatian masyarakat karena melibatkan sengketa proyek yang berujung pada tindakan yang merugikan orang lain.
Sidang berlangsung pada tanggal 30 Juli 2025, dan kedua terdakwa, Handy Soenaryo dan Tjan Hwan Diana, dituduh oleh Jaksa Penuntut Umum melalui dakwaan resmi terkait tindakan pengrusakan dua kendaraan milik rekanan proyek. Kasus ini menyoroti banyak aspek hukum dan etika bisnis yang seringkali terabaikan dalam praktik sehari-hari.
Dakwaan dan Insiden Pengrusakan Kendaraan
Dakwaan terhadap pasangan ini muncul setelah peristiwa yang terjadi pada 23 November 2024, di sebuah perumahan di Surabaya. Kasus ini berawal dari sengketa kontrak kerja dalam sebuah proyek kanopi yang melibatkan salah satu dari terdakwa, di mana pemesanan awal dilakukan pada Agustus 2023. Namun, proyek yang pada awalnya tampak menjanjikan tersebut dibatalkan sepihak, menciptakan ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat.
Data menunjukkan bahwa proyek tersebut sudah mencapai 75% progres pengerjaan ketika pembatalan terjadi. Hal ini memicu tuntutan dari penyedia jasa yang meminta pengembalian uang muka. Namun, karena tidak adanya kesepakatan dalam pembicaraan mereka, situasi semakin memburuk hingga terjadi adu mulut dan berakhir pada tindakan perusakan terhadap dua kendaraan. Tindakan yang demikian tidak hanya merugikan pemilik kendaraan tetapi juga mencederai reputasi kedua terdakwa.
Akibat Hukum dan Upaya Penyelesaian
Pengerusakan yang dilakukan oleh kedua terdakwa termasuk dalam kategori tindak pidana sesuai dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengerusakan secara bersama-sama. Jaksa berpendapat bahwa dengan melakukan tindakan tersebut, pasangan suami istri ini telah memenuhi unsur-unsur pidana yang diatur dalam hukum. Kerugian material yang ditimbulkan diperkirakan cukup besar dan akan sulit untuk diperbaiki tanpa kompensasi yang adekuat.
Pengacara terdakwa mengungkapkan bahwa mereka telah berusaha untuk mencapai penyelesaian damai dengan para korban. Namun, upaya tersebut menemui jalan buntu karena korban menolak tawaran tersebut, beralasan bahwa mereka belum mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Dalam situasi semacam ini, penting untuk mengedepankan dialog yang konstruktif agar semua pihak dapat meraih solusi yang saling menguntungkan.
Pihak terdakwa masih berusaha untuk mencari penyelesaian secara damai pasca sidang perdana ini. Penawaran ganti rugi sedang dipertimbangkan, namun belum ada keputusan final. Kasus ini bukan hanya menjadi pelajaran bagi terdakwa, tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek serupa, di mana komunikasi dan kesepakatan formal sangat diperlukan untuk mencegah konflik lebih lanjut di kemudian hari.