KAB KEDIRI –
Phoni JA (51), yang lebih dikenal sebagai Pak Jo, penduduk Desa Kepung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, kini menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peracikan minuman keras (miras) oplosan yang mengakibatkan tewasnya dua warga Desa Gadungan Puncu. Kasus ini membuka tabir gelap mengenai praktik berbahaya dalam industri minuman keras.
Kasus ini terjadi saat Pak Jo diamankan di Kecamatan Kandangan setelah insiden tragis minggu lalu. Informasi ini disampaikan oleh AKP Joshua Peter, Kasat Reskrim Polres Kediri, dalam jumpa pers yang diadakan pada Selasa, 5 Agustus 2025. Fakta bahwa seorang wirausaha lokal terlibat dalam peracikan miras oplosan menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama karena miras oplosan seringkali berakibat fatal bagi penggunanya.
Detail Kasus Peracikan Miras Oplosan di Kediri
Penyidikan yang dilakukan mendalam menunjukkan bahwa Phoni JA bisa dibilang sebagai otak di balik pengoplosan miras maut tersebut. Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa ia memiliki motif ekonomi, di mana setiap liter miras yang ia racik dapat memberinya keuntungan hingga Rp 10.000. Ini merupakan angka signifikan yang menarik bagi mereka yang mencari keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan risiko yang terlibat.
Dalam proses peracikan yang dilakukan, pelaku mengaku mendapatkan bahan baku dari dua botol ukuran 1,5 liter yang diperoleh dari rekannya, Gusmanto. Setelah itu, bahan tersebut dicampur dengan berbagai aditif seperti sirup beras kencur, sirup anggur, dan alkohol murni 96 persen. Melalui campuran ini, Pak Jo berhasil memproduksi empat botol berukuran 1,5 liter. Kegiatan ini mencerminkan betapa mudahnya akses terhadap bahan-bahan berbahaya dan bagaimana hal ini dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan, meskipun harus membayar harga yang sangat mahal, baik bagi dirinya maupun masyarakat.
Dampak Menyakitkan Akibat Miras Oplosan
Kejadian tragis ini tidak hanya merenggut nyawa dua orang warga Desa Gadungan, yaitu Purnomo Deta Wira Pratama dan Agung Winarko, tetapi juga menyisakan satu orang, Agus Mulyono, yang kini tengah menjalani perawatan di rumah sakit. Kasus ini menyoroti betapa seriusnya ancaman dari miras oplosan, yang sering kali tidak terkontrol dan tidak memenuhi standar keamanan. Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk sadar akan risiko dari mengonsumsi minuman yang tidak jelas asal-usul dan kandungannya.
Oleh karena itu, pihak berwajib, dalam hal ini polisi, tidak tinggal diam. Pelaku menghadapi jeratan hukum berdasarkan Pasal 204 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHP, terkait penjualan barang berbahaya yang menyebabkan kematian. Ancaman hukuman yang dihadapi bisa mencapai 20 tahun penjara atau bahkan seumur hidup. Ini menunjukkan bahwa praktik ilegal seperti ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berpotensi menghancurkan komunitas secara keseluruhan.
Sebuah renungan dari kasus ini, masyarakat perlu lebih waspada terhadap praktik jual beli miras oplosan. Keputusan untuk mengkonsumsi barang berbahaya seperti ini tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga kepada keluarga dan komunitas. Aksi pencegahan lebih lanjut diperlukan untuk meminimalisir dampak merugikan dari peredaran miras oplosan. Kesadaran dan edukasi akan penting untuk memerangi masalah ini di tingkat lokal, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan.